Sang Juara dan 'Juara' yang Terlupakan
Its too late, apa Its Never Too
Late? Tentang Persib yang mungkin terlambat (okay karena kesibukan kadang
membuat sesuatu yang memorable cukup disimpan di hati saja)
Ini adalah tentang Persib yang
tanggal 7 November 2014 (ulang tahun saya) kemarin akhirnya menyudahi puasa
gelar selama 19 tahun dan berbuka dengan Kurma Madinah yang sangat manis, Juara
Liga Indonesia 2014/2015. Saya bahagia, jutaan bobotoh di alam semesta ini
bahagia. Bagaimana tidak, Persib yang sempat tertinggal satu gol sempat membuat
selera hari jadi saya buyar, kepala saya pening bukan main sampai akhirnya
Persib berhasil menyamakan kedudukan di menit tambahan waktu babak pertama. Rasa
lega sementara merayap tapi tak sampai hati, babak kedua Persib masih harus
kocar-kacir menghadapi sepuluh pemain Persipura (setelah Bio Paulin mendapat
kartu merah). Bermain dengan unggul jumlah pemain tak membuat Persib
serta-merta menguasai lapangan, bahkan saya lihat tanpa Bio Paulin-pun,
Persipura mampu menambalnya dengan pemain yang ada. Rasa lega sempat hinggap
ketika Persib berhasil unggul 2-1 melalui gol dari M. Ridwan, tapi sayangnya
setelah gol itu Persib kembali bermain lambat yang berarti memberi kesempatan
pada Persipura yang semua orang tahu punya kecepatan yang sangat baik, untuk
menguasai pertandingan. Dan benar saja, kedudukan 2-1 tak bertahan hingga
peluit panjang babak 2 dibunyikan. Persipura berhasil menyamakan kedudukan.
2-2. Sampai babak ke-dua usai.
Apalah yang bisa dilakukan
bobotoh seperti saya yang hanya menonton dari layar kaca, atau bobotoh yang
datang ke Jakabaring atau mereka yang menggelar nonton bareng, selain berdoa
dan berdoa. 2 x 15 menit adalah waktu yang rancu, Persib yang punya banyak
peluang tapi ribet banget kalau udah di depan gawang, dan Persipura yang dengan
kecepatannya selalu membuat jantung saya mencelos (seakan setiap bola dikuasai
Persipura adalah sign kiamat bagi Persib).
120 menit berlalu dengan hampa. Bukan,
bukan pertandingan yang hampa. Hati saya yang terlalu picisan untuk menerima
bahwa Persib mau tak mau harus menghadapi babak adu finalti. Ketidakterimaan membuat
saya akhirnya merasa harus mengucap nazar. Entahlah, pun tak ada yang bisa
menjamin dengan saya mengucap nazar maka Persib akan menag. Tapi keyakinan itu
muncul begitu saja, seakan ini keharusan agar Persib Juara.
Sayapun teringat akan beberapa
nazar yang sempat saya baca di timeline twitter (ah sosial media satu ini
memang telah merubah segalanya). Ada yang bernazar menggunduli kepala seperti
Kang Emil, ada yang mau kawin jika Persib juara, ada yang akan sholat dengan
rajin dan ( yang mau kawin sama monyet tak perlu disebut lah disini), ternyata masih
banyak lagi. Semua itu demi satu alasan yang seragam :) Persib Juara.
Saking bingungnya, saya awalnya
memang tak punya nazar untuk laga final ini. Tapi akhirnya nazar itu terucap
beberapa saat sebelum Makan Konate menendang bola pertama di babak pas-pas-an
kiper.
Bobotoh - bukan bobotoh, ribuan
bahkan jutaan pasang mata tertuju pada pemain, bola dan kiper. Ada yang
berharap bola melesah sempurna membobol jala, ada yang berharap kiper mampu
menahan laju bola. Lega - cemas, lega - cemas. Persib antara puasa juara 19
tahunnya dan ribuan bobotoh yang hadir di Jakabaring - dan Persipura yang
berusaha mempertahankan gelar juara. Pada akhirnya siapapun yang memenangi
pertandingan ini takkan dikatakan 'juara sudah diatur' :)
Penyelamatan apik dari I made
Wirawan dan gol kemenangan yang dipersembahkan oleh Jupe membuai seluruh
bobotoh, meletupkan emosi, membumbungkan sukacita dan haru yang membahagiakan. Setelah
19 tahun menanti, malam itu semuanya lunas. Tangis pecah dimana-mana, tangis
supporter Persib - tangis supporter Persipura. Air mata bercucuran mau tak mau,
dada saya sesak oleh bahagia yang terlalu banyak.
Dan bagi saya, kebahagiaan telah
dihabiskan sekali jalan. Disini, di titik saat Jakabaring masih riuh oleh
kemenangan. Tak ada kebahagiaan kedua - ketiga dan seterusnya.
Pemain dan official berpelukan,
medali dikalungkan, dan trofi juara menjadi rebutan. Hingar malam itu menjadi
sinyal bahwa Bandung akan berpesta setelah para penggawa Persib kembali.
Benar saja, seketika kabar
Persib akan mengarak piala keliling Bandung tersebar ke seluruh daerah. Bobotoh
dari luar Bandung berbondong-bondong memenuhi jalan-jalan yang akan dilewati
Bandros (Bus wisata Kota Bandung).
Saya yang tadinya berniat
menyusul Hari dan Dewi (sepupu saya di Bandung yang tinggal di Jatinangor) hari
Sabtu pagi dan membolos kerja, terpaksa mengurungkan niat. Bukan karena
dilarang (karena bos sedang di Luar Negeri juga) tapi karena saya merasa
kebahagiaan dan hingar bingar konvoi kemenangan Persib tidak adil rasanya. Kenapa
tidak menunggu bobotoh yang tour Palembang pulang semua sampai di Bandung? Bukankah
mereka yang tour Palembang dengan jalur darat belum pulang? Bukankah mereka
saksi hidup perjuangan Persib yang sudah rela bolos sekolah, bolos kerja,
menggadaikan atau menjual barang kesayangan, bahkan ada yang sampai bertaruh
nyawa. Apakah mereka tidak berhak untuk mendapat sambutan sebagaimna Tim Persib
yang menjadi juara? Bagi saya, seluruh bobotoh yang hadir di Palembang adalah
juara. Supporter mana lagi yang bisa memenuhi timeline dan menjadi trending
topic dengan hasstag #modalfinal -nya. Bobotoh itu antik! Bobotoh itu Juara!
Sabtu pagi pukul 09.30 saya baru
sampai di kantor ketika pesan pendek dari Hari sampai di ponsel saya. Katanya:
'Teh, konvoinya Minggu. Bisa nunggu Aris sampai dulu Teh'. Aris adalah sahabat
Hari, yang saya juga kenal saat tahun lalu berkunjung ke rumah Hari. Aris dan
ratusan atau ribuan bobotoh lain berangkat dengan menggunakan jalur darat-laut.
Perkiraan saya, bobotoh tour
Palembang jalur darat baru sampai sekitar hari Minggu. Agak tidak mungkin kalau
setelah sampai di Bandung mereka akan ikut merayakan kemenangan Persib juga. Dan
timeline di twitter semakin larut semakin mengkhawatirkan, dari mulai bobotoh
yang diserang di Palembang sampai penyerangan brutal (yang infonya dilakukan
the jakmania) di tol Jakarta - Merak. Bahkan bobotoh asal Jakarta yang akan
berangkat ke Bandung guna merayakan kemenangan Persib-pun tak ketinggalan jadi
sasaran pelemparan. Beberapa twitpic teman - teman di twitter membuat saya
semakin khawatir. Akankah sepak bola kita kembali meminta korban jiwa?
Saya pun mengirim balasan pada
Hari yang menyatakan saya urung ke Bandung, saya katakan ada operasi yang harus
saya kerjakan siang ini, terlalu panjang jika saya menjelaskan alasan yang
sebenarnya. Saya-pun menghubungi seorang teman, yang rencananya akan menemani
saya hari itu ke Bandung, mengabarkan pembatalan ini. Saya jelaskan alasan yang
sebenarnya, dan dia maklum dengan itu. Dia tahu benar beberapa hari sebelum
laga Final dimulai, saya sangat ngotot berangkat ke Palembang dengan Bus dari
Bandung. Ia menawarkan tiket pesawat dengan cuma-cuma tapi saya menolak,
jikalau saya diperbolehkan Tour Palembang, maka saya akan pakai jalur
darat-laut. Bersama ratusan bobotoh lain. Indah rasanya. Namun, kewajiban manut
pada Ibu membuat saya tak bisa berargumen lagi. Ibu melarang dengan keras,
begitupun kedua abang saya.
Minggu merekah dengan sinar yang
menusuk diatas langit Penjaringan. Pagi itu pukul 11.00 saya masih enggan
meninggalkan tempat tidur, hanya terus memantau timeline twitter. Yang semakin
memilukan. Beberapa bobotoh luka bahkan ada yang harus mendapatkan perawatan
intensif akibat penyerangan di jalur tol Jakarta dan sekitarnya. Ponsel saya
berdering, Hari. 'Teh, Aris belum pulang. Nomornya ga bisa dihubungi. Teteh disitu
ada rusuh teu?'. Buru-buru saya telpon Hari, dan ya, tak ada yang bisa
dilakukan. Kami hanya bisa berdoa, Hari tak mengenal siapa saja yang satu bus
dengan sahabatnya. Di kawasan saya tinggal, tak terlalu Mersija. Mungkin karena tempat saya masuk kawasan Jakarta Utara,
kawasan NJ mania. Pluit cukup dekat dengan Tanjung Priok, itulah mengapa selama
saya disini hamper tak pernah melihat gerombolan pemuda memakai atribut
Persija. Beberapa yang saya sering lihat malah mereka dengan Tees Viking dan
Arema. Sayapun seringkali keluar atau berangkat kerja dengan mengenakan baju
Persib, dan tak apa. Meskipun beberapa kali saya diteriaki dan dipandang dengan
tajam oleh beberapa orang di jalan. Tapi saya tak pernah kapok, bagi saya ini
bukan tentang fanatisme buta. Bukti eksistensi kami yang tetap Maung di kandang
Macan dan saya bangga.
Daerah ini memang tak bergejolak
ketika kabar penyerangan Bus Rombongan Bobotoh memenuhi portal berita nasional.
Maka memang tak ada yang bisa saya kabarkan pada Hari selain kehampaan dan rasa
cemas yang berkumpul jadi satu.
**
Rasanya euforia di Bandung siang
hingga malam di Hari Minggu itu terasa jomplang
dengan kenyataan yang harus dihadapi bobotoh Tour Palembang jalur darat. Mereka
terlupakan bahkan benar bertaruh nyawa. Kerinduan 19 tahun tanpa Juara yang
memanggil mereka untuk rela melakukan apapun, untuk rela berbuat apa saja tak
peduli bagaimana setelahnya.
Ya, bobotoh tak ikut menikmati
trofi juara itu. Tak bisa memegang bahkan berfoto bersama pun tak semua bisa. Bobotoh
tak mendapat bonus dan tidak ikut diberikan Umroh ke Tanah Suci. Tapi rasa
bangga dan pertaruhan harga diri menjadi ganjarannya. Mereka yang terus
mendukung Persib ketika memenangkan laga, mereka yang tidak meninggalkan
Persib ketika kalah, mereka yang berteriak 'Persib Butut' ketika Persib bermain
buruk, mereka yang lantang berteriak 'Rindu Juara' ketika Persib main cantik.
Begitu banyak mereka yang tulus
untuk Persib, diantara mereka yang mengeruk keuntungan dari fanatisme bobotoh
yang tumpe-tumpe. Yang punya kekuasaan atau yang diberi kekuasaan tapi
selalu sibuk dengan keuntungan, melupakan ratusan bobotoh yang bertarung demi
bisa pulang ke rumah bertemu dengan keluarga dan kekasih gelap mereka - Persib.
Melihat tim kebanggaannya mengangkat trofi berkeliling Bandung. Mereka yang
tulus dan mereka yang rakus pada akhirnya akan membuka mata kita. Mana yang
harus diikuti dan mana yang hanya menjadikan bobotoh lahan pengeruk materi.
Kini Persib juara, sedikit
cerita bahagia untuk Alm Mang Ayi Beutik dan Alm Rangga Cipta Nugraha.
**pic by: simamaung.com -
antaranews.com - persib.co.id
Dari saya, Bobotoh Persib
yang bukan orang Bandung, Bukan orang Sunda, dan Bukan orang Jawa Barat - (@_RENJANA)
Urang terharu maca iyeu post..
ReplyDelete